JAKARTA – Menteri Sosial Ad Interim RI Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 di wilayah Jabodetabek berupa bantuan sosial tunai (BST) pada 2021. Langkah yang dilakukan Muhadjir Effendy ini mendapat pujian dari Ketua Lentera Huma Berhati (LHB) Khairul Anam.

Anam berpendapat skema ini akan lebih taktis untuk menimalisir penyelewengan anggaran dan dapat memperbaiki sistem penyaluran bansos kepada masyarakat. Dengan begitu akan lebih efektif dan dapat mencegah sedini mungkin tindakan penyalahgunaan. 

“Langkah ini sangat tepat, sebagai LSM yang hidup berdampingan dengan masyarakat tentu kami sangat dukung, mengingat kebijakan ini tidak terlepas untuk kepentingan masyarakat, terlebih Keluarga Penerima Manfaat (KPM),” ujar Anam kepada wartawan, Selasa (15/12).

Anam menjelaskan selama ini penyaluran bansos sudah sangat baik, dan tinggal menyempurnakan kekurangan yang masih kurang dari kata sempurna. 

“Kami mengamati sampai sejauh ini, kebijakan sigap dan tepat sasaran Kemensos dalam penyaluran bansos patut kita apresiasi. Dari kota sampai pelosok negeri semua merasakan program bansos baik berupa paket sembako maupun BST sebagai salah satu urat nadi pemulihan tatanan hidup masyarakat yang diterjang badai Covid-19,” ungkap Anam.
Anam juga menyakin pemerintah akan terus memikirkan cara atau langkah yang tepat agar bansos tersebut digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok.

“Kami menyakini data sudah disempurnakan, penerima by nama by adress by bank account atau kantor pos untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM),” pungkas Anam.

Lebih lanjut Muhadjir mengatakan, untuk bansos di luar Jabodetabek, yakni bansos reguler dan jaring pengaman sosial Covid-19 tetap dilakukan seperti biasanya. Untuk kartu sembako atau bantuan pangan nontunai (BPNT) jumlahnya mencapai 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Selain itu, Kemensos juga akan memastikan bantuan tersebut betul-betul tepat sasaran. Artinya, uang yang diberikan itu hanya digunakan untuk kepentingan yang penting-penting saja.

Sebab, ia mengakui salah satu kelemahan dari BST ialah pemerintah tidak bisa mengontrol penggunaan bantuan setelah diberikan. Dikhawatirkan uang itu digunakan untuk membeli rokok dan sebagainya.

“Untuk satuan berapa jumlah per bulan dan per KPM itu untuk sementara Rp 200.000, tetapi kemungkinan akan diubah menjadi Rp 300.000,” ujar Muhadjir.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) ini menegaskan, program BST ditetapkan bukan karena kasus korupsi bansos Covid-19 yang turut mencokok Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial.

Justru, Muhadjir menjelaskan, penyaluran bansos sembako untuk warga di Jabodetabek pada tahun 2020 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan warga saat perayaan Idul Fitri yang lalu.

“Dan juga karena sebagian besar yang diberikan itu adalah orang dari luar Jakarta, jangan sampai (kalau bansosnya berbentuk tunai), uangnya itu kemudian dibawa mudik atau untuk mudik,” bebernya.

Muhadjir meyakini Program BST dalam pelaksanaannya bisa lebih diawasi. Pasalnya, proses penyalurannya tidak dilakukan dengan penunjukan langsung vendor.

“Kalau BST kan tidak ada penunjukan langsung. Jadi nanti langsung ditransfer, tetapi karena memang KPM tidak semuanya memiliki akun (bank), kemungkinan akan diantar melalui jasa PT Pos,” ungkap Muhadjir.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini