JAKARTA – Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat menyampaikan bahwa Information and Communication Technologi (ICT) atau teknologi, komunikasi dan informasi sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup Anak Penyandang Disabilitas (APD).

Hal tersebut diungkapkan Harry dalam webinar Pendidikan dan Konsultasi Anak “Dampak Penggunaan Gadget Bagi Anak dan Pelajar” yang diselenggarakan oleh Nurani Institute Indonesia, Sabtu (26/9/20).

“Selain berguna untuk mengembangkan kemampuan APD, teknologi dapat meningkatkan partisipasi APD dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga dapat tercipta lingkungan yang bebas hambatan informasi,” jelas Harry.

APD merupakan salah satu kelompok rentan yang juga berkebutuhan khusus karena memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik.

“Bahkan dalam jangka waktu lama, dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakat dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak,” jelas Harry.

APD termasuk Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Negara harus hadir untuk memastikan program yang sistematis, terencana dan berkelanjutan terkait pemenuhan hak-hak APD,” tegas Harry.

Pemanfaatan ICT akan mempermudah APD dalam memperoleh media pembelajaran jarak jauh yang tidak bisa setiap saat mengakses sekolah, membaca buku Digital atau Audio dan mengakses internet. ICT juga akan mempermudah APD dalam berkomunikasi, misal APD netra dengan screen reader, APD rungu wicara dengan software converter teks suara atau bahasa isyarat dan sebagainya.

Peningkatan kemampuan bahasa APD pun bisa melalui ICT dengan adanya gambar atau simbol yang dapat di convert ke dalam bentuk teks sehingga membantu APD mempelajari konsep suatu kata atau bahasa.

“Kemandirian APD melalui ICT dapat didukung dengan adanya software handphone bicara yang dapat membantu APD mengetahui jam berapa, menunjukkan arah dan sebagainya,” ujar Harry.

Data Susenas Tahun 2018 menyebutkan, akses informasi kelompok penyandang disabilitas dalam penggunaan ponsel atau laptop 34,89% sedangkan non disabilitas 81,61%. Adapun, akses internet penyandang disabilitas 8,50% sedangkan non disabilitas 45,46%. Hal ini membutuhkan perhatian khusus karena akses informasi merupakan hal yang fundamental dalam pemenuhan hak APD.

Kemensos memiliki kebijakan perluasan jangkauan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) berbasis keluarga, komunitas dan residensial.

“Pemenuhan hak APD bisa melalui ATENSI Anak berupa kegiatan dukungan pemenuhan hidup yang layak, pengasuhan anak, dukungan keluarga dan terapi sosial psikologis yang terdiri dari terapi fisik, terapi psikososial dan terapi mental spritual Selain itu, pelatihan keterampilan dan kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas,”ungkap Harry.

Harry menambahkan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos yang bergerak di bidang disabilitas siap untuk bekerjasama dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) sebagai perwakilan di daerah.

Komisioner KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah turut hadir dalam webinar ini menuturkan, “Penggunaan gadget selain berdampak positip juga mengakibatkan dampak negatip melalui media sosial dan game online yang berisi konten negatip, yaitu pornografi, kekerasan, dan perilaku negatif misal radikalisme, perilaku menyimpang, perjudian dan sebagainya. Hal tersebut semuanya bisa membawa anak-anak terlibat dalam kejahatan cyber.”

Disisi lain, Sekretaris Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Amar Ahmad mengungkapkan data tentang penggunaan media sosial di kalangan anak muda milenial.

“Berdasarkan data (2019), 70,4% anak muda milenial melihat informasi terkini melalui media sosial termasuk ekonomi dan politik,” ujar Amar.

Dampak negatip penggunaan gadget menurut Direktur Nurani Institute Indonesia Nurhidaya diantaranya adalah ketika anak bermain game kekerasan selama 20 menit saja bisa mematikan rasa.

“Jadi ketika anak melakukan kekerasan pada temannya atau orang lain tidak ada lagi rasa empati. Karena itu, jika anak sudah kecanduan gadget maka harus ada usaha pengalihan kegiatan misal melalui olahraga dan permainan yang menumbuhkan perubahan perilaku positip, “tutur Nurhidaya.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Kanya Eka Santi dalam sesi tanya jawab menjawab pertanyaan seorang guru SD tentang anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar.

“Ketika anak berkebutuhan khusus mengalami permasalahan dalam pembelajaran, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah penerimaan terhadap anak tersebut. Selanjutnya, orangtua juga harus mengetahui kondisi dan kebutuhan anak tersebut,” jelas Kanya

Kemensos memiliki program “Peksos Goes To School”, di mana pekerja sosial akan membantu permasalahan sosial anak melalui kerjasama dengan komite sekolah dan guru bimbingan konseling.

“Pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran baru 2020, kami kerjasama dengan beberapa sekolah mengisi materi secara virtual tentang Cyber Bullying,” kata Kanya.

“Materi sangat lengkap dan bermanfaat bagi anak sekolah, meliputi apa dan dampak serta tips-tips menghindar dari Cyber Bullying, dan mendapat respon sangat baik dari siswa serta guru-guru,” tandas Kanya Eka Santi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini