JAKARTA  –  Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial berencana memperkuat sistem informasi data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosisal (PPKS), baik yang masuk kategori anak, penyandang disabilitas, lanjut usia (lansia), korban penyalahgunaan Napza, hingga tuna sosial dan korban perdagangan orang.

Dirjen Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat mengatakan, saat ini setidaknya Kemensos tengah menangani 75,04 juta jiwa PPKS dari berbagai kategori. Dengan jumlah yang banyak, tak heran jika diperlukan sistem informasi data yang terpadu untuk bisa menangani seluruh PPKS itu.

“Atas dasar itu, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial bekerjasama dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial membuat dashboard yang bisa memberi gambaran pada setiap kategori PPKS dalam Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG),” jelas Harry dalam keterangan resminya, Kamis (17/9).

Nantinya, kelompok-kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas akan menjadi prioritas dalam sistem informasi kesejahteraan sosial terpadu ini. Hal ini penting sebagai bahan penentuan kebijakan pemerintah terkait program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) bagi para penyandang disabilitas.

Namun, untuk bisa membuat sistem informasi yang terpadu, pihaknya harus mengumpulkan data dari seluruh PPKS. Karenanya, Harry meminta agar stakeholder seperti Balai Sosial ikut aktif dalam melakukan pencarian PPKS dari seluruh pelosok negeri.

“Tiap kategori PPKS memiliki karakteristik yang berbeda. Tugas dari kawan-kawan pendamping daerah tidak ringan. Pendamping menghadapi ragam latar belakang penerima manfaat yang membutuhkan pola pendampingan yang tidak sama,” imbuh dia.

Setelah menemukan PPKS yang sekiranya membutuhkan bantuan, Balai diharuskan melakukan asesmen terlebih dulu terhadap mereka. Untuk kemudian bisa dikirimkan ke Balai-balai Sosial.

Harry menjelaskan, langkah ini perlu dilakukan untuk menentukan ATENSI apa yang paling tepat dilakukan bagi PPKS, utamanya bagi mereka penyandang disabilitas. Apakah berbasis keluarga, komunitas atau berbasis balai. “Balai perlu memastikan apakah keluarga masih memiliki kapasitas untuk melakukan pengasuhan dan perawatan bagi penyandang disabilitas tanpa harus menyerahkan penyandang disabilitas untuk mendapatkan rehabilitasi sosial di komunitas maupun di balai,” tandas dia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini