Kementerian Sosial RI melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial meneguhkan komitmen penghormatan, pemenuhan hak dan perlindungan kepada penyandang disabilitas dengan menyusun pedoman operasional Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Penyandang Disabilitas. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat pada kegiatan penyusunan Draft Petunjuk Operasional Asistensi Rehabilitasi Sosial Penyandang disablilitas yang diselenggarakan Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (01/09).

Harry menyampaikan agar disusun pedoman operasional Asistensi Rehabilitasi Sosial Penyandang disablilitas, bukan petunjuk teknis, karena dari pedoman operasional dimungkinkan ada pedoman-pedoman teknis seperti modul yang spesifik, tergantung dari ragam disabilitas dan sub-sub ragam disabilitas. Penyusunan pedoman-pedoman tersebut merupakan tugas dari Kemensos melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (Dit. RSPD).

Menurut Harry, di Kemensos terdapat 5 kluster Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) untuk Program Rehabilitasi Sosial, yaitu Korban Penyalahgunaan Napza, Lanjut Usia, Penyandang Disabilitas, Anak (Balita Terlantar, Anak Terlantar, ABH, AMPK), Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang. Populasi penyandang disabilitas sejumlah 30,4 Juta orang berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018.

Harry berharap dengan sensus penduduk long form yang akan dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, akan memberikan gambaran populasi penyandang disabilitas.

“Dalam pedoman operasional, data-data yang menggambarkan situasi dan kondisi terkini penyandang disabilitas bisa dimasukkan, jangan hanya kualitatif, karena pedoman operasional ini menjadi baseline tahun awal perjalanan ATENSI ”kata Harry. Ragam disabilitas penting dijelaskan diawal untuk memberikan gambaran adanya keberagaman dari kondisi disabilitas yang membutuhkan respon kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan.

“Kalau dimungkinkan, pedoman operasional juga menggambarkan diferensiasi habilitasi dan rehabilitasi sosial karena dalam kriteria egibilitas, akan menggunakan pendekatan life cycle, tidak hanya segmentasi pada kelompok usia dewasa (15 tahun keatas), tetapi sejak usia dini,” kata Harry. Fakta membuktikan jika proses rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dilakukan pada usia dewasa, kapabilitasnya tidak optimal. Seharusnya penyandang disabilitas dihabilitasi pada usia dini sehingga kapabilitas yang dicapai bisa optimal.

Harry menekankan perlunya dibuat pedoman operasional khusus habilitasi sosial untuk merespon kebutuhan dan peningkatan kemampuan penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas sejak usia dini.

“Kita harus mempunyai glosarium tentang ragam disabilitas, agar tidak diinterprestasikan berbeda-beda oleh banyak pihak. Di pedoman ini harus tegas, karena kita merujuk pada Undang-undang, gunakan ragam disabilitas dengan nomenklatur yang sesuai dengan UU penyandang disabilita,” tegas Harry.

Menurut Harry, Pusdatin sudah menyiapkan Dashboard Business intelligence SIKS-NG Penyandang Disabilitas, basis datanya dari DTKS. DTKS sudah menyesuaikan kategorinya sesuai dengan ragam disabilitas pada UU No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. “Dashboard Penyandang Disabilitas agar dimasukkan ke dalam pedoman operasional dengan jumlah atau prosentase untuk memberikan gambaran baselinenya, sehingga ada analisis, misal distribusi berdasarkan ragam disabilitas,” kata Harry.

Untuk mendapatkan data nasional yang teregistrasi seluruh disabilitas akan disiapkan dengan sistem online (self register). Kemensos telah menyiapkan eKPD (Kartu Penyandang Disabilitas Elektronik), dimana hak sipil dan kartu keluarga bisa teregister, serta bisa dimasukkan fitur basic saving account dan fitur wallet seperti kesehatan dan transportasi.

Harry menjelaskan arah kebijakan program perlindungan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), yaitu penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas. Kemensos menempatkan to respect (penghormatan, pengakuan), to fullfill (pemenuhan hak hak dasar) dan to protect (perlindungan atas resiko yang terjadi) sebagai komitmen utama. “Pendekatan hak dalam praktek pekerjaan sosial menjadi roh dalam pedoman ini, bukan pendekatan welfare,” kata Harry.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini