Pradipa, Pengamat Sosial dan Politik

TEROPONGKOTA.COM – JAKARTA, Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali masyarakat menjadi korban suatu tindak pidana berupa kejahatan yang dilakukan oleh orang lain. Ketika seseorang merasa terancam akan tindak kejahatan yang mungkin menimpa dirinya, maka orang tersebut tentu akan berusaha untuk membela diri. Apakah seseorang dapat dihukum karena melakukan upaya pembelaan paksa? Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia tentang pembelaan diri yang dilakukan secara terpaksa?

Pembelaan darurat atau noodweer merupakan pembelaan yang diberikan karena sangat mendesak terhadap penyerangan yang mendadak dan tiba-tiba serta mengancam, dan melawan hukum. Pembelaan darurat memiliki beberapa unsur, yaitu:

1. Penyerangan yang nyata, terdiri dari melawan hukum, mendesak serta mengancam.

2. Penyerangan itu harus mengenai; badan sendiri atau badan orang lain, kehormatan kesusilaan, atau barang yang diserang atau menyerang orang lain.
Hal ini diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa :

(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Mengacu pada pasal 49 Ayat 2 Maka Barada E tidak bisa dipidana. Tapi keputusan penyidik menetapkan Barada E Sebagai TSK wajib di Hormati Oleh Semua Pihak agar ada kepastian hukum dalam kasus tsb.
Semua perdebatan hukum nantinya ada di ruang pengadilan, jadi para ahli harus mampu mengedukasi publik dalam kasus tersebut dan berdebatlah sesuai KUHAP dan KUHP dalam hal ini penetapan seseorang sebagai TSK sesuai dalam pasal 184 KUHAP.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (selanjutnya disebut sebagai KUHP), mengatur perihal pembelaan paksa. Pasal 49 ayat (1) KUHP menyebutkan:

“Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.

Berdasarkan pasal tersebut, jika seseorang menerima ancaman serangan, serangan atau tindakan kejahatan yang melanggar hukum dari orang lain, maka pada dasarnya orang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap tindakan tersebut. Hal tersebut dibenarkan walaupun dilakukan dengan cara yang merugikan kepentingan hukum dari penyerangnya, yang di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang dimana pelakunya telah diancam dengan sesuatu hukuman.

Terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai alasan pembelaan diri seseorang yang merasa terancam akan ancaman serangan atau serangan tidak dapat dihukum dan dijadikan alasan pembenar. Salah satu pendapat yang paling terkenal dikemukakan oleh van Hamel, seorang ahli hukum pidana. Menurut Van Hamel, membela diri merupakan suatu hak, sehingga orang yang menggunakan hak tersebut tidak dapat dihukum. Pada pelaksanaannya, badan-badan peradilan dunia dan ilmu pengetahuan menganggap pembelaan diri atau noodweer sebagai suatu hak untuk memberikan perlawanan terhadap hal-hal yang bersifat melawan hukum. Perbuatan pembelaan diri seperti itu dipandang sah menurut hukum karena pembelaan diri yang dilakukan adalah merupakan hak yang dimilikinya.

Selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah pembelaan diri seperti apa yang dapat menjadi suatu alasan pembenar dalam melakukan tindak pidana. Menurut Van Hamel, suatu pembelaan diri dapat dibenarkan apabila ancaman serangan atau serangan yang diterima bersifat melanggar hukum atau bersifat wederrechtelijk, ancaman serangan atau serangan tersebut sedang dan/atau masih berlangsung, serangan yang diterima mendatangkan suatu bahaya yang mengancam secara langsung dan serangan yang diterima bersifat berbahaya bagi tubuh, kehormatan atau benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain. Selain itu, pembelaan yang dilakukan juga harus bersifat patut dan perlu, sehingga pembelaan itu dapat dibenarkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini