Oleh: Pradipa Yoedhanegara

TEROPONGKOTA.COM – JAKARTA, Dalam sebulan terakhir publik di negeri ini dibuat gaduh dengan maraknya Narasi liar, dan Opini para penumpang gelap serta pencari panggung yang secara subjektif mendeskreditkan institusi polri dalam kasus tewasnya brigardir J di rumah dinas kadiv propam. Humas Polri tampaknya kewalahan mengelola atau memanage penyebaran informasi dalam press release, sehingga terjadi distorsi informasi yang menyebabkan institusi polri menjadi bulan-bulanan netizen di era digital seperti saat ini.

Fungsi humas polri, sebagai biro publisitas, harusnya mampu menjadi jembatan atas terjadinya dinamika atau pun polemik dihadapan publik terkait insiden baku tembak di rumah dinas kadiv propam polri irjen ferdy sambo. Humas polri terkesan gagap menghadapi netizen dan tidak siap menghadapi serangan gencar netizen yang mempertanyakan kasus tewasnya brigardir J dalam tembak menembak tersebut.

Humas polri yang seharusnya memegang teguh Declaration of Principle (Deklarasi Asas-Asas Dasar) yaitu prinsip yang terbuka dan tidak menyembunyikan data dan fakta. Humas polri terlihat makin bingung dengan beredarnya Hoax di media massa dan maraknya statemen dari banyak pencari panggung, pengamat dadakan dan para purnawirawan polri yang begitu masiv mendeskreditkan Polri di pelbagai media.

Pengelolaan humas yang buruk menjadi salah satu faktor yang membuat kasus tewasnya brigardir J menjadi snowball dan begitu liarnya, sehingga marwah dan institusi polri menjadi pertaruhan dihadapan publik. Kesan polri tidak jujur menyembunyikan informasi kematian dan sebagainya membuat makin blunder tata cara pengelolaan kehumasan di dalam institusi polri saat netizen mempertanyakan hal tersebut.

Tidak berfungsinya dengan baik kehumasan polri saat press release, menjustifikasi publik kalau didalam tubuh Polri ada banyak sekali faksi. Faksi dilingkungan elit polri terkesan tidak solid terhadap unsur pimpinan dalam menjalankan tugas dan roda kepemimpinan ditubuh polri.

Begitu juga release dalam penetapan TSK barada E atas pembunuhan brigardir J humas kurang efektif dalam berinteraksi dengan media, sehingga menjadi tanda tanya publik kalau penetapan TSK Barada E terjadi atas desakan publik, padahal humas polri dapat mengedukasi publik dengan membuat statement kalau penetapan TSK tersebut sudah sesuai dengan pasal 184 KUHAP.

Publik harus di edukasi dengan baik dalam kasus tewasnya Brigardir J, yaitu dengan selalu tampilnya Humas Polri melakukan release kalau apa yang dilakukan penyidik dalam penetapan seseorang sebagai TSK adalah harus sesuai prosedur formil dan hukum materiil yang sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku di negeri ini.

Humas Polri harus berani menjawab Hoax yang beredar dengan menjalin komunikasi yang baik dengan intelkam polri maupun direktorat Cyber Polri agar Hoax yang beredar dan terkesan melakukan pembusukan terhadap Institusi Polri bisa di cegah dan informasi sesat yang beredar bisa langsung di jawab dengan baik.

Pembunuhan Karakter terhadap Irjen FS dan Keluarga, harus di jawab dengan lugas dan jelas kalau informasi-informasi yang beredar di masyarakat tersebut tidaklah benar dan cenderung mengandung unsur fitnah dan jauh dari nilai kebenaran.

Humas Polri jangan lagi ragu menjawab pertanyaan publik, agar tidak ada tanda tanya bagi publik. Di era keterbukaan seperti saat ini, Humas Polri harus mempunyai kemampuan PR yang lebih baik dalam berkomunikasi dihadapan publik.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini