TEROPONGKOTA.COM – Jakarta, 01/01/2023 – Jika Kode Dukungan Politik Jokowi Terus dipertontonkan, maka potensi bubarnya koalisi partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin terancam bubar ditahun 2023, mengingat partai politik semakin mengerucutkan arah dukungan terhadap jagoannya dan koalisi parpol akan memfinalkan bangunan konsesus politik. Jika itu terjadi maka akan menimbulkan kegoncangan politik yang akan mengganggu penyelenggraan pemerintahan.
Sesungguhnya iklim politik Indonesia sudah mulai extream sejak tahun 2020 dan berlanjut di 2021 hingga 2022 namun terasa landai sebab diimbangi informasi kuat terkait pendemi global. Issu paling ekstream adalah wacana amandemen Undang-Undang tentang presiden bisa di jabat 3 periode dan Gerakan relawan yang menginginkan penambahan masa jabatan presiden Jokowi 3 tahun dengan berbagai argumen. Namun sayangnya Gerakan ini hampir gagal tapi belum gagal sebab terus gerilya, teranyar dua pimpinan lembaga legislatif yaitu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti menyuarakan Kembali penundaan pemilu yang bermuara penambahan masa jabatan presiden jokowi :
Menurut hemat saya ada 3 faktor utama gagalnya Gerakan ini yaitu
– Faktor Konstitusi : Tidak ada klausul perundang-undangan yang mengatur tentang perpanjangan masa jabatan presiden
– Faktor Momentum : Hembusan Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Trending Pada Tahun 2021. Kala Itu Masa Jabatan Presiden Jokowi Masih Tersisa 3 Tahun Dan Kondisi Badai Pandemi Covid Dengan Posisioning Rating Tingkat Kepuasaan Masyarakat Terhadap Kinerja Presiden Jokowi Sedang Menurun
– Faktor Tokoh : Suara Dukungan Datang Dari tokoh politik yaitu Ketua Umum Partai Politik Seperti Airlangga Hartarto Ketum GOLKAR, Muhaimin Iskandar Ketum PKB, Zulkifli Hasan Ketum PAN sehingga Dipersepsikan Publik Sebagai Kepentingan Politik Tertentu.
Nach bagaimana proyeksi tahun depan,Tentu spending politik memuncak di 2023.
Alasan pertama adalah Indonesia menganut system multi partai dimana perkumpulan elit yang memiliki kesamaan visi bernegara kemudian diberjuang melalui institusi partai politik pada momentum pemilu dan saat ini tahapan pemilu sedang berlangsung, ada 18 parpol peserta pemilu 2024 yang telah ditetapkan komisi pemilihan umum. Alasan Kedua adalah kultur politik masyarakat Indonesia lebih terbuka ini terkonfirmasi dalam data survei FIXPOLL Indonesia bahwa 92,7% masayarakat Indonesia tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu sehingga migrasi pemilih parpol ke parpol lain semakin dinamis tergantung manajemen parpol dalam mempertahankan, menambah dan menggaet pemilihnya. Apalagi dunia digital hari ini, anytime dan anywhere masyrakat Indonesia dari sabang sampai mareuke disuguhkan informasi politik. Hanya saja tensi politik electoral kemungkinan besar akan tercemar oleh hatespace dan hoax di ruang digital yang sampai hari ini tak bisa kita bendung.
SPENDING PEMILU MEMANAS
Kerangka pemilu adalah Medium atau arena yang mewadahi pertarungan antar aktor politik atau institusi partai politik, kemudian pemilu di artikan momentum atau kesempatan bagi masyarakat dalam melakukan evaluasi, control serta skoring terhadap aktor, institusi partai politik dan pemerintah selama ini, apakah akan dipilih Kembali atau menentukan pilihan baru artinya pemilu telah terlembaga secara institusional dan menjadi mekanisme universal dalam system politik .
Sehingga Ada 5 aktor utama yang akan saling terhubung dalam pengaruh spending politik yaitu partai politik , calon presiden/wakil presiden , penyelenggara pemilu , pemerintah dan masyarakat .
1. Partai politik
Parpol terbagai dalam 3 cluster yaitu partai politik parlemen yang berhak Mengusung capre/cawapres, parpol non parlemen dan partai politik baru. Sehingga 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal aceh sudah memulai memanaskan mesin dan focus penggalangan guna meyakinkan masyrakat agar dipilih pada pemilu mendatang.
2. Calon Presiden/ Wakil Presiden
Gerilya para capres/cawapres terus berjalan mulai meraih dukungan masyarakat dan dukungan tokoh, namun di tahun 2023 menjadi warning terhadap siapapun figure yang berminat ikut kontestasi pilpres maka harus terkoneksi dengan partai politik . narasi apapun yang dimainkan seorang figur tanpa afiliasi partai politik maka sangat melemahkan posisioningnya. Tentu dukungan parpol akan mengerucut terhadap capresnya namun pengumuman posisi calon wapresnya biasanya nama figur akan mucul di ending masa pendaftaran paslon di KPU targetnya agar ada efek kejut ke publik .
3. Penyelenggara pemilu
KPU, BAWASLU, DKPP tentu ikut memanaskan tensi politik, masih hangat saat ini spekulasi ada instruksi meloloskan verifikasi faktual parpol tertentu, hingga fitnah Tindakan asusila ke salah seorang komisioner KPU. Kedepannya issu yang klasik adalah mengenai spekulasi DPT, Curi Star Kampanye dan verifikasi calon legislatif.
4. Pemerintah
dalam hal ini Presiden/Wakil Presiden yang netral tanpa kode-kode dukungan capres, tanpa konsolidasi relawan yang dihadiri presiden Jokowi sebab sulit dibedakan antara dugaan dukungan seorang pak Jokowi sekaligus Presiden RI dengan aktifitas dukungan relawan Jokowi yang pimpinannya berada dalam institusi pemerintah seperti menteri atau wakil menteri dan pejabat di BUMN, begituh pula terhadap institusi TNI-POLRI harus menunjukkan netralitas dalam proses mengawal pemilu, Mendagri harus memastikan bahwa tidak ada titipan partai politik tertentu maupun konsesus politik terselubung dalam penunjukan Pj Kepala Daerah Gubernur/Walikota/Bupati, sebab kepala daerah adalah jabatan politik yang sangat besar ruang interaksinya dengan patron tokoh lokal dan komunitas pengendali pemilih dilapangan.
5. Masyarakat adalah objek sekaligus subjek dalam mengisi proses politik, munculnya relawan-relawan capres, komunitas pendukung calon legislatif yang sudah mulai memanas, saling menyerang, saling fitnah, belum lagi yang terprovokasi dengan informasi hoax, sehingga fenomena ini yang akan memicu tingginya tensi pemilu kedepan.
Dalam konteks pilpres Jika partai politik mengacu hasil data ilmiah maka tentu figur kontestannya tidak jauh dari sosok seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan kamil dan Sandiaga Uno.
Beda halnya Jika partai politik melakukan skoring politik internal dengan pertimbangan konsolidasi partai, dukungan bohir dan kesepakatan koalisi tentu akan ada kejutan pada saat pengumunan pasangan capres/cawapres, boleh jadi akan muncul nama seperti Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, Dr. Salim Al jufri, Agus Harimurti Yudhoyono, Erick Tohir, LaNyalla Mattalitti, Gatot Nurmantyo, Andika Perkasa, Tito Karnavian dan Khofifah Indar Parawansah.

Penulis :
MOHAMMAD ANAS RA
Direktur Eksekutif FIXPOLL Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini